Wednesday, November 14, 2018

A Man Called Ahok - A Review by Yennymakanmulu

After few days of the movie playing in the theaters, we finally decided to go ahead and saw this one last night. This time, I prefer to let my wife share her views of the film as I thought that her personal experience while watching the movie would be more suitable than if I wrote it. So here goes below her wonderful review in Bahasa Indonesia.

[MOVIE] A Man Called Ahok – Kisah Memperjuangkan Belitung Timur *spoiler alert*

5 hari setelah film A Man Called Ahok rilis di bioskop2 Indonesia, gw baru bisa nonton di hari Selasa kemarin. Terbentur dengan lokasi bioskop dan tempat duduk yang gw incer, makanya gw tunda dulu nonton di hari pertama main. Semua bioskop penuh! Tapi terus terang, gw gak terlalu napsu buat nonton awalnya. Bukan! Bukan karena gw gak suka Ahok. Oh wow, gw justru kagum banget sama sosok seorang Ahok. Gara2 Ahok, Jakarta pernah jadi yang terbaik di mata gw. Sebelum Ahok kerja di Jakarta, gw gak kenal siapa beliau. Sepak terjang Ahok bikin Jakarta lebih baik dari sebelum2nya. Terus, apa sih sebetulnya alasan gw gak beli tiket pertama kali? Gw ragu Daniel Mananta bisa mewakili sosok Ahok. Monmaap ya Kak Daniel. Secara gw gak pernah nonton Daniel akting. Tapi setelah banyak teman yang bilang filmnya bagus, okelah gw coba nonton deh. Oya film diadaptasti dari buku dengan judul yang sama, karangan Rudi Valinka, dan disutradarai oleh Putrama Tuta. Yuk mulai nonton!

To continue reading, please click the link below:


Just heads up on the movie, it was mentioned by the director that it's not a documentary and certain aspects might be dramatized.

PS: You can also read her other reviews about food and travel in her blog.

No comments:

Post a Comment